Thursday, April 18, 2013

contoh SSPAI (MAKALAH SISTEM PENGAJARAN NON FORMAL METODE PESANTREN)


MAKALAH
SISTEM PENGAJARAN NON FORMAL METODE PESANTREN
(Studi Madrasah Tsanawiyyah Al-Furqon Kawali – Karawang)

     Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Perencanaan Sistem Pengajaran PAI
Dosen Pengampu: Drs. Rosyid, MM





Disusun Oleh :
Asep Sumarno
NIM 201028159

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SHALAHUDIN AL AYYUBI
JAKARTA
2012

DAFTAR ISI
                                               


DAFTAR ISI                                                                                      ii

BAB I. PENDAHULUAN                                                                1

BAB II. PERMASALAHAN DAN PERUMUSAN                                    3

BAB III. TEORI DAN KAJIAN                                                      5

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN                                         8                                                                                                                                             
BAB V. PENUTUP DAN KESIMPULAN                                      11                                                                                           







BAB I
PENDAHULUAN

Pesantren adalah salah satu institusi pendidikan khas Indonesia. Pesantren juga satu-satunya lembaga pendidikan negeri ini yang berhasil bertahan sampai saat ini. Hal yang tidak bisa dilakukan oleh institusi pendidikan khas Indonesia seperti surau dan meunasah. Sebagai institusi yag berbasis pada masyarakat, pesantren mempunyai kiprah besar dalam membentuk karakter dan jiwa keilmuan masyarakat sekitar.
Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan keagamaan Islam. Istilah pondok diperkirakan berasal dari bahasa Arab, yaitu funduk yang berarti rumah penginapan atau hotel. Dalam konteks masyarakat Jawa, pemahaman tentang pesantren serupa dengan padepokan yang di dalam lingkungannya terdapat komplek perumahan untuk tempat tinggal para santri (murid). Perumahan itu biasanya berupa petak-petak kamar selayaknya asrama.
Sedangkan makna tersirat dari pesantren berasal dari kata santri. Awalan pe- dan akhiran -an pada kata pesantren bermakna “tempat tinggal para santri”. Sementara itu, istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Pengertian lain tentang istilah santri berasal dari bahasa India, yaitu shastri yang mengacu pada orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu. Kata  shastri berasal dari kata shastra yang berarti buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku ilmu dan pengetahuan. Dua pengertian tentang pesantren dari bahasa Tamil dan India itu berasal dari ilmuwan asing, yaitu Profesor Johns dan C.C. Berg. (Nasir, 2005; 80-82. Dhofier, 1982; 18).
Selanjutnya pesantern adalah sistem pendidikan yang melakukan kegiatan sepanjang hari. Santri tinggal di asrama dalam satu kawasan bersama guru, kiai dan senior mereka. Oleh karena itu, hubungan yang terjalin antara santri-guru-kiai dalam proses pendidikan berjalan intensif, tidak sekedar hubungan formal ustadz-santri di dalam kelas. Dengan demikian kegiatan pendidikan berlangsung sepanjang hari, dari pagi hingga malam hari.
Sistem pendidikan ini membawa keuntungan, antara lain : pengasuh mampu melakukan pemantauan secara leluasa hampir setiap saat terdapat perilaku santri baik yang terkait dengan upaya pengembangan intelektualnya maupun kepribadiannya. Keuntungan kedua adalah adanya proses pembelajaran dengan frekuensi yang tinggi dapat memperkokoh pengetahuan yang diterimanya. Dalam teori pendidikan diakui bahwa belajar satu jam yang dilakukan lima kali lebih baik daripada belajar selama lima jam yang dilakukan sekali , padahal rentangan waktunya sama. Keuntungan ketiga adalah adanya proses pembiasaan akibat interaksinya setiap saat baik sesama santri, santri denga ustadz maupun santri dengan kiai. Keuntungan lainnya adalah adanya integrasi antara proses pembelajaran dengan kehidupan keseharian. Mastuhu menilai bahwa sistem pendidikan pesantren menggunakan pendekatan holistik. Para pengasuh memandang kegiatan belajar mengajar merupakan kesatupaduan atau lebur dalam totalitas kegiatan kehidupan sehari-hari. Akibatnya muncul sikap saling menjaga komitmen dan konsistensi terutama dari pihak pengasuh baik kiai maupun ustadz.  Apa yang dianjurkan oleh kiai maupun ustadz harus terlebih dahulu terefleksi dalam kehidupan keseharian mereka.
Dalam sistem pendidikan ini fungsi keteladanan menjadi sangat dominan. Apalagi ketika dikaitkan dengan doktrin agama bahwa Nabi Muhammad   menjadi teladan bagi umat manusia, sementara itu para kiai adalah pewaris para Nabi (al-ulama warasat al-anbiya). Maka kronologinya adalah para kiai menjadi teladan bagi umat islam, terlabih lagi di pesantren kiai menjadi teladan bagi santri-santrinya.






BAB II
PERMASALAHAN DAN PERUMUSAN

Dalam hal pembelajaran, pesantren sampai saat ini harus dapat dibedakan dengan sistem pendidikan madrasah seperti dikenal saat ini. Pesantren adalah lembaga pendidikan masayrakat yang pada dasarnya tidak mengembangkan sistem madrasah dalam penyelenggaraan pendidikannya—jadi lebih bersifat informal, dalam arti masyarakat menikmati pembelajaran di dalam lembaga pesantren secara lues, tanpa batasan-batasan artifisial dan formal seperti usia dan latar belakang sosial lainnya. Tetapi, dalam perkembangannya—dan ini karena pengaruh-pengaruh sistem sekolah modern—pesantren tidak hanya mempertahankan sistem pembelajaran informal, tetapi juga menganut sistem pembelajaran klasikal berupa madrasah.
Sistem madrasah ini sekarang justeru merupakan komponen pembelajaran yang dominan di pesantren. Bahkan, sebagian pesantren dapat disebut sebagai lembaga pendidikan madrasah itu sendiri—sehingga menjadi identik pesantren dan madrasah— karena komponen pembelajaran informalnya hilang. Masyarakat umum tidak lagi dapat menikmat kesempatan belajar yang luwes di pesantren sebagaimana dahulu menjadi ciri pokok pesantren. Pesantren pada saat ini—dengan demikian—menjadi semakin eksklusif. Pembelajaran yang dikembangkannya sudah beralih dari pembelajaran massal kepada pembelajaran klasikal. Tetapi, jika diperhatikan dari sudut pandang pendekatan pembelajaran modern, pada dasarnya pesantren—dilihat dari sebagian cara atau prosedur pembelajarannya, seperti dalam sistem sorogan—sudah menerapkan pembelajran individual, kendatipun belum dalam bentuknya yang paling terorganisir dan terstruktur. Sekarang, terjadi semacam proses tarik-ulur antara mengedepankan citra konvensional dengan mengakomodasi perkembangan modern.
Kehadiran sistem madrasah di pesantren tampaknya tidak terelekkan sifatnya,bukan hanya karena tuntutan modernitas, tetapi juga berkenaan dengan elan-vital pesantren tetapi juga persoalan akomodasional pesantren untuk mengakses masa depan. Bahkan, pesantren juga ingin menjamin survivalnya. Sebagian pesantren, yang terus ingin mempertahankan corak konvensional pesantren sebagai lembaga pendidikan masyarakat, hanya dapat melakukan pembelajaran agama kepada masyarakat dengan cara kiainya mendatangi mushalla dan masjid tertentu di luar pesantren untuk memberikan pembelajaran agama. Namun, tetap saja tampak corak eksklusifnya karena tidak menyediakan ruang dan kesempatan belajar massal di dalam pesantren.
Sebelum menggunakan sistem madrasah, pesantren memakai sistem pembelajaran konvensional. Sistem pembelajaran ini mempunyai karakteristik, terutama tidak menganut ketentuan-ketentuan formalistic dan procedural yang ketat. Hal ini karena organisasi sistem pembelajaran itu sendiri tidak terbentuk sebagaimana mestinya. Dalam pembelajaran pesantren konvensional tidak dijumpai komponenkomponen pembelajaran formal, seperti daftar santri (peserta) pengajian, daftar pelajaran, desain pembelajaran, media pembelajaran, dan tidak ada pula evaluasi hasil belajar. Mata ajaran yang diajarkan hanyalah ilmu-ilmu keagamaan—terutama dari kitab-kitab abad pertengahan yang dikenal dengan kitab-kitab klasik/kuning (al-kutub al-qadimah). Metode pendekatan yang berkisar pada sorogan, bandongan, cocogan, setoran, muthalaah dan musyawarah.
Berbeda dengan pembelajaran agama konvensional, pembelajaran di madrasah dilaksanakan dengan sistem kelas (classical sistem) yang terorganisir dan terstruktur. Murid dikelompokkan ke dalam kelas-kelas, dan setiap murid baru diperkenankan mengambil mata pelajaran berikutnya sesudah menyelesaikan mata pelajaran di tingkat sebelumnya.
Dalam sistem madrasah, semua elemen penting pendidikan mulai dari kurikulum, pendekatan, metode, rekruitmen, sampai evaluasi hasil belajar diatur secara terencana, terukur dan terkontrol.




BAB III
TEORI DAN KAJIAN

Pendidikan non formal metode pesantren yg dilaksanakan di madrasah tsanawiyyah Al-Furqon  menganut pola campuran yang terintegrasi baik ke dalam sistem formal maupun nonformal. Pengajian kepesantrenan sebagai bentuk pendidikan non formal di samping dalam rangka mempertahankan pola konvensional, juga sebagai wahana pengintensifan pendidikan dan bimbingan kepribadian antar personal dalam bentuk metode sorogan dan bandongan.

Sedangkan pendidikan pola madrasah-formal diselenggarakan untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan juga untuk mengembangkan metode-metode belajar mengajar moderen secara klasikal dan terukur dengan tetap memasukkan muatan-muatan kepesantrenan di samping materi non-ilmu keagamaan. Berikut ini adalah uraian singkat lembaga pendidikan Al-Furqon :

Adalah sebuah hal yang patut disyukuri lahirnya pendidikan madrasah di masyarakat—yang hal ini sekarang menjadi basis pesantren untuk mengakomodasi perkembangan itu, kendatipun sampai saat ini masih tampak lamban, yang tentunya hal ini sangat dipengaruhi oleh terbatasnya sumber-sumber belajar dan pusat sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh pesantren.
            Dalam hal pembelajaran, pesantren sampai saat ini harus dapat dibedakan dengan sistem pendidikan madrasah seperti dikenal saat ini. Pesantren adalah lembaga pendidikan masayrakat yang pada dasarnya tidak mengembangkan sistem madrasah dalam penyelenggaraan pendidikannya—jadi lebih bersifat informal, dalam arti masyarakat menikmati pembelajaran di dalam lembaga pesantren secara lues, tanpa batasan-batasan artifisial dan formal seperti usia dan latar belakang sosial lainnya. Tetapi, dalam perkembangannya—dan ini karena pengaruh-pengaruh sistem sekolah modern—pesantren tidak hanya mempertahankan sistem pembelajaran informal, tetapi juga menganut sistem pembelajaran klasikal berupa madrasah.
Metodologi sistem pengajaran
Sistem dan metodologi pembelajaran konvensional yang dianut pesantren pada umumnya berkisar pada varian-varian seperti sorogan, weton/bandongan, halaqah dan hafalan. Sorogan, berasal dari kata sorog (bahasa Jawa), yang berarti menyodorkan atau menyerahkan. Dalam kenyataannya, sorogan diterapkan dengan cara setiap santri menyodorkan kitab kajiannya di hadapan kyai atau asisten kyai, untuk selanjutnya sang kiai atau asistennya mengajar santri yang bersangkutan berdasarkan kitab yang disodorkannya itu. Sistem sorogan ini termasuk penerapan sistem pembelajaran dengan pendekatan individual. Seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya.
Sistem sorogan ini terbukti sangat efektif sebagai langkah inisiasi bagi seorang murid yang bercita-cita menjadi orang berilmu. Sistem ini memungkinkan seorang guru melakukan pendekatan-pendekatan personal, bahkan pendekatan spiritual dengan para santri. Para kyai mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai bahasa Arab.
Weton/bandongan, istilah weton ini berasal dari kata wektu (bhs. Jawa) yang berarti waktu. Penamaan metode ini mengikuti praktik nyata terjadinya pembelajaran dimaksud. Istilah Weton ini di Jawa Barat disebut dengan bandungan.
Dalam pengajian dengan metode Weton, pembelajaran dilakukan pada waktuwaktu tertentu, misalnya sebelum atau sesudah melakukan shalat fardlu. Metode weton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, sementara santri mengikuti pembacaan kitan oleh kiai dengan melihat dan memperhatikan kitab-kitab yang mereka bawa masing-masing. Santri juga membuat catatan seperlunya, baik dituliskan pada sisi kitab atau menyisipkannya di lembar-lembar catatan lain.

Halaqah ini merupakan sistem kelompok kelas dari sistem bandongan. Halaqah yang arti bahasanya "lingkaran murid", atau sekelompok siswa dengan formasi duduk melingkar, yang belajar di bawah bimbingan seorang guru atau belajar bersama dalam satu tempat. Halaqah ini juga merupakan kelompok belajar dengan menggunakan metode diskusi tak-terstruktur untuk memahami isi kitab. Diskusi berkisar pada persoalan apa kandungan atau hikmat pelajaran yang dapat diambil dari bacaan, baik dari sumber kitab al-Qur'an, kitab Hadits, atau kitab-kitab kuning lainnya; dan bukan untuk mempertanyakan benar-salahnya apa-apa yang diajarkan oleh kitab. Aspek kritisnya bukan diletakkan pada kemampuan mempertanyakan normativitas isi kitab tetapi kemampuan berijtihad mengenai apa maksud yang diajarkan oleh kitab.

















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Madrasah Tsanawiyah Al-Furqon yang berada di bawah yayasan Darul Qur’an adalah sekolah formal setingkat SLTP  berciri-khas agama Islam. Madrasah Tsanawiyah Al-Furqon merujuk pada program kurikulum lokal pondok pesantren dan kurikulum kemenag. Berlokasi di Jl. Telaga Sari No. 17 Kawali, Kelari – Karawang.
Pengembangan bakat dan minat siswa Madrasah Tsanawiyah Al-Furqon  dilakukan dalam ruang lingkup kegiatan non formal yang sebagian siswanya di asramakan atau dalam istilah bahasa kesantrian yakni ngobong / tinggal di kobong. Kegiatan ini dilakukan setelah para siswa Mts menyelesaikan kegiatan belajarnya dari pagi sampai siang.

STRUKTUR KEGIATAN NON FORMAL
·         Sekolah formal / Tsanawiyyah                                    07.30 – 14.00
·         Istirahat                                                                       14.00 – 15.00
·         Sholat ashar dan kajian kitab kuning                          15.00 – 17.00
·         Sholat maghrib dan pengajian qiroah                          18.00 – 21.00
·         Istirahat                                                                       21.00 – 04.00
·         Sholat subuh, kajian sorogan / tahfidz qur’an             04.00 - 06.00  
·         Istirahat                                                                       06.00 – 07.00
·         Sholat Duha                                                                07.00 – 07.30

Berikut adalah beberapa jenis kegiatan non formal yang dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Al-Furqon ;

v  Qiroat Al-Qur’an

Kegiatan ini adalah merupakan target dan ciri khas dari lulusan siswa Madrasah Tsanawiyah Al-Furqon yang kerap menjuarai perlombaan MTQ tingkat kabupaten karawang. Metode belajar yang dilakukan adalah dengan sistem talaqi yaitu para santri berhadapan langsung dengan guru/ustadz  dalam mengikuti proses belajaranya dengan sistem pelafalan.
Para santri diajarkan bagaimana mengenal dan belajar jenis gaya irama pembacaan Al-Qur’an sesuai kaidah-kaidah yang benar dengan terus menghapal bebarapa jenis lagam/irama qiroat.

Sistem pengajaran :

-          Metode belajar                  : Sistem talaqi / sorogan
-          Waktu belajar                    : Ba’da maghrib
-          Target pembelajaran          : Santri mengenal dan menguasai jenis
                                                  qiroat bacaan Al-Qur’an
-          Sumber dan alat peraga     : Kitab qiroat dan mushaf Al-qur’an

v  Tahfidz Al-Qur’an

Salah satu program yang menjadi pilihan para siswa Mts untuk mengembangkan potensi dalam pengembangan dirinya adalah di sediakannya kegiatan belajar tahfidzul qur’an.  Kegiatan ini menitik beratkan pada hapalan qur’an dengan sistem setoran hapalan yang diberikan para santri kepada guru / para asatidz.

Sistem pengajaran :

-          Metode belajar                  : Sistem talaqi / tatap muka
-          Waktu belajar                    : Ba’da Subuh
-          Target pembelajaran          : Santri hapal qur’an sebanyak 05 juz   
-          Sumber dan alat peraga     : Mushaf qur’an

v  Kajian kitab kuning

Seperti layaknya pondok pesantren maka dalam hal ini Madrasah Tsanawiyah Al-Furqon  mengadakan kegiatan belajar kajian kitab kuning dengan harapan para santri yang ikut tinggal di kobong (asrama) dapat sedikit banyaknya mampu memahami kitab-kitab rujukan para ulama sebagai bekal dakwah di masyarakat.


Sistem pengajaran :

-          Metode belajar                  : Ceramah
-          Waktu belajar                    : Ba’da Ashar
-          Target pembelajaran          : Mengenal dan memamahmi kitab kuning 
-          Sumber dan alat peraga     : Kitab kuning

Dalam menjalani proses kegiatan belajar non formal sebagaimana di atas sebagian para siswa Madrasah Tsanawiyah Al-Furqon  dapat merasakan suasana belajar layaknya di sebuah pondok pesantren. Suasana belajar dan tempat tinggal di kobong (asrama) memberikan sentuhan tersendiri dalam diri para siswa Mts untuk menjadi seorang santriwan dan santriwati.




BAB V
PENUTUP DAN KESIMPULAN

Saat ini, dengan diterapkannya sistem klasikal di Pondok Pesantren, yaitu dengan dikenalkannya sistem Madrasah Diniyah, mau tak mau pengayaan metodologi tidak lagi sebatas yang sudah di kenal di kalangan Pondok. Hal itu disebabkan karena terpengaruh oleh perkembangan hidup modern yang menuntut orang maupun lembaga untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Karena itulah cara yang bisa ditempuh agar di Pondok Pesantren tetap bisa digandrungi oleh masyarakat. Artinya dengan memadukan pola pendidikan tradisional dengan pola pendidikan modern.
Dalam pandangan modern tidak hanya untuk mengejar pengetahuan sebagai hasil belajar satu-satunya, melainkan menginternalisasi nilai-nilai yang secara laten dapat diperoleh dari halaqah, seperti belajar kemampuan cara menganalisis masalah dan kemampuan mengenai cara mengungkapkan pemikiran. Jadi, halaqah tidak hanya menghasilkan instructional effect, tetapi juga formal effect atau disebut juga nurturent effect. Instruktional effect adalah hasil belajar seperti yang dibatasi oleh tujuan pembelajaran yang telah disusun. Sedangkan nurturent effect adalah hasil belajar laten yang diberoleh dari pembelajaran, yang biasanya berupa perubahan kualitas-kualitas personal seseorang dalam belajar, baik dalam bentuk sikap perhatian maupun motivasi belajar.
Pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu pesantren tradisional dan pesantren modern. Sistem pendidikan pesantren tradisional sering disebut sistem salafi. Yaitu sistem yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Pondok pesantren modern merupakan sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah).
Tujuan proses modernisasi pondok pesantren adalah berusaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada di pesantren. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di pesantren modern termasuk: mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat (Hasbullah, 1999:155).















DAFTAR PUSTAKA


Makalah yang tersusun ini dalam pengambilan informasinya untuk mengetahui kegiatan proses belajar melalui tanya jawab dan teknik wawancara kepada salah seorang staf guru. Dan untuk menunjang bobot makalah penulis mengambil dari berbagai sumber tulisan seperti ;  Pesantren sebuah deskripsi (majalahsantri.com), Pola pendidikan pesantren (Farid Afri Nurmansyah), dan Pedoman Pesantren Muadalah (Dirjen Pendidikan Diniyyah dan Pondok Pesantren).












LAMPIRAN


Judul makalah :

 SISTEM PENGAJARAN NON FORMAL METODE PESANTREN
(Studi Madrasah Tsanawiyyah Al-Furqon Kawali – Karawang)





Mengetahui :
Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah Al-Furqon





Dra.Hj. Ai Zamzam






No comments:

Post a Comment